Kamis, 17 November 2011

Tiang Agama Islam Bukan Shalat! Tapi dongeng!

Benar bahwa selalu dikumandangkan dalam banyak kotbah dan ceramah agama bahwa tiang agama adalah sholat. Dan saya pun begitu takjub dengan pernyataan itu. Tapi itu dulu. Sedang sekarang? Tidak. Karena yang saya rasakan, dan saya lihat dalam kenyataan, tiang agama Islam bukan sholat, tapi adalah dongeng.

Kenapa dongeng?

Karena dengan adanya banyak dongeng yang dipercayai umatlah maka agama Islam akan semakin kuat bertahan. Dan dongeng itu diyakini benar-benar nyata.

Apa saja dongeng-dongeng itu?

Ini salah satu contoh saja. Misalnya dengan meyakini bahwa sholat itu sangat luar biasa. Sholat dapat membuat seseorang jadi cerdas. Sholat dapat mencegah seseorang dari perbuatan baik dan mencegah dari perbuatan jahat. Bahkan rajin sholat akan membuat seseorang bisa sukses dan bahagia dalam hidupnya.

Lalu apakah benar kenyataannya demikian?

Sejauh yang saya rasakan, dan saya lihat dalam realitas sosial umat Islam, TIDAK.
Yang membuat seseorang sukses dalam hidupnya adalah karena mereka memiliki syarat-syarat alamiah untuk itu. Misalnya karena mereka rajin berusaha. Cerdas dan tanggap dalam meraih peluang. Memiliki kepribadian yang mendukung sebagai seorang yang bermental sukses. Dan mereka komit dengan visi hidupnya.

Yang membuat seseorang mau berbuat baik dan terhindar dari perbuatan jahat adalah karena ada kemauan dan integrits moral dalam dirinya. Terbesit kesadaran akhlak dalam dirinya. Bukan karena jimat, mantra, ancaman dan iming-iming eksternal dari luar dirinya.

Yang membuat seseorang bahagia adalah karena mereka bisa terintegrasi secara pikologis dan sosial. Struktur dan visi kepribadiannya tidak pecah mengambang. Tapi solid dan terarah. Bukan disorientasi. Bukan kehilangan makna. Tapi ada visi bathin yang selalu menginpspirasi dalam hari-harinya. Misalnya karena minat dan bakatnya tersalur, ekspresi diri yang tidak terpendam. Aktualisasi diri selalu berkembang sejalan dengan evolusi kesadarannya.

Singkatnya, kualitas seseorang sejalan dengan sejauh mana mereka membangun kepribadiannya sendiri. Sehingga secara alamiah, mereka menjadi selaras dengan mekanisme hukum alam. Baik dengan hukum alam yang bersifat kasat mata mapun dengan hukum alam yang bersifat psikologis. Artinya semua itu bukanlah sebuah ilusi. Tapi sebuah paradigma berpikir kritis dan realistis. Bukan sebuah angan-angan apalagi berupa dongeng yang utopis atau sebuah dunia impian yang akan diberikan oleh agen eksternal di dunia andai-andai.

Nah, jika seseorang berpikir demikian, maka dia akan sadar bahwa sholat, beragama, bukanlah pusat apalagi penentu kehidupan. Tapi adalah salah satu kegiatan yang bersifat asesories dan psikologis. Yatiu sebagai ruang meditasi. Ruang terapi. Dan sebagai media terapi, dia bukan yang utama yang menentukan segalanya. Tapi ibarat halte, agama, sholat, hanya salah satu halte peristirahatan mental diantara banyak pilihan lainnya.

Tapi bila dongeng seputar sholat itu masih diyakini, maka dogma bahwa sholat itu adalah tiang agama akan tetap berjaya tapi tidak terbukti dalam kenyataan. Karena kenyataannya, sholat tidak sholatnya seseorang hasilnya tidak begitu siginfikan. Sebagian orang sholat ada yang baik. Tapi sebagian orang yang sholat juga ada yang tidak baik bahkan bajingan terselubung. Dan sebaliknya orang yang tidak sholat juga ada yang baik dan juga ada yang tidak baik.

Itu artinya, kebaikan atau moralitas seseorang bukan terletak pada sholatnya, tapi lebih pada motivasi internal dalam dirinya. Orang-orang yang menyandarkan bahwa dengan sholat segalanya akan berubah begitu saja, keadaannya mirip dengan seorang morfinis. Mirip dengan seorang pencandu narkoba yang sakaw bila tidak dapat mengisap ganja. Sholat menjadi semacam zat additif psikologis yang bila tidak dilakukan akan membuat penganutnya merasa bersalah bahkan merasa sakit secara psikologis.sumber




  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar